Mahabharata
Kisah Mahabharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta
dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa
keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian
menurunkan Sang Bharata. Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian
mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan
Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang
menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra. Sang Kuru
menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah
Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Kurawa.
Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis
keturunan Sang Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga
yang dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang
Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat
membuahkan 7 anak, akan tetapi semua ditenggelamkan ke laut Gangga oleh Dewi
Gangga dengan alasan semua sudah terkena kutukan. Akan tetapi kemudian anak ke
8 bisa diselamatkan oleh Prabu Santanu yang diberi nama Dewabrata. Kemudian
Dewi Ganggapun pergi meninggalkan Prabu Santanu. Nama Dewabrata diganti menjadi
Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya, yaitu sumpah untuk membujang
selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu dikarenakan Bisma
tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati, ibu
tirinya.
Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi
duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah
tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari hubungannya, Sang
Prabu berputera Sang Citrānggada dan Wicitrawirya. Demi kebahagiaan
adik-adiknya, ia pergi ke Kerajaan Kasi dan memenangkan sayembara sehingga
berhasil membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba, Ambika, dan Ambalika,
untuk dinikahkan kepada adik-adiknya. Karena Citrānggada wafat, maka Ambika dan
Ambalika menikah dengan Wicitrawirya sedangkan Amba mencintai Bisma namun Bisma
menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur
hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia
menembakkan panah menembus dada Amba. Atas kematian itu, Bisma diberitahu bahwa
kelak Amba bereinkarnasi menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat
kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang bernama Srikandi. Kelak kematiannya
juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna dalam pertempuran akbar di
Kurukshetra.
Citrānggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran,
kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat
di usia muda dan belum sempat memiliki keturunan. Satyawati mengirim kedua
istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika, untuk menemui Resi Byasa, sebab
Sang Resi dipanggil untuk mengadakan suatu upacara bagi mereka agar memperoleh
keturunan. Satyawati menyuruh Ambika agar menemui Resi Byasa di ruang upacara.
Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, ia melihat wajah Sang Resi sangat
dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu membuatnya menutup mata. Karena
Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, maka anaknya terlahir buta.
Anak tersebut adalah Drestarastra. Kemudian Ambalika disuruh oleh Satyawati
untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar sendirian, dan di sana ia akan
diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan
melahirkan putra yang buta (Drestarastra) seperti yang telah dilakukan Ambika.
Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah
melihat rupa Sang Bagawan (Byasa) yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu
(putranya), ayah para Pandawa, terlahir pucat. Drestarastra dan Pandu mempunyai
saudara tiri yang bernama Widura. Widura merupakan anak dari Resi Byasa dengan
seorang dayang Satyawati yang bernama Datri. Pada saat upacara dilangsungkan
dia lari keluar kamar dan akhirnya terjatuh sehingga Widura pun lahir dengan
kondisi pincang kakinya.
Dikarenakan Drestarastra terlahir buta maka tahta Hastinapura
diberikan kepada Pandu. Pandu menikahi Kunti kemudian Pandu menikah untuk yang
kedua kalinya dengan Madrim, namun akibat kesalahan Pandu pada saat memanah
seekor kijang yang sedang kasmaran, maka kijang tersebut mengeluarkan kutukan bahwa
Pandu tidak akan merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila dilakukannya,
maka Pandu akan mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati dengan berubah
menjadi wujud aslinya yaitu seorang pendeta. Kemudian karena mengalami kejadian
buruk seperti itu, Pandu lalu mengajak kedua istrinya untuk bermohon kepada
Hyang Maha Kuasa agar dapat diberikan anak. Atas bantuan mantra Adityahredaya
yang pernah diberikan oleh Resi Byasa maka Dewi Kunti bisa memanggil para dewa
untuk kemudian mendapatkan putra. Pertama kali mencoba mantra tersebut
datanglah Batara Surya, tak lama kemudian Kunti mengandung dan melahirkan
seorang anak yang kemudian diberi nama Karna. Tetapi Karna kemudian dilarung
kelaut dan dirawat oleh Kurawa, sehingga nanti pada saat perang Bharatayudha,
Karna memihak kepada Kurawa. Kemudian atas permintaan Pandu, Kunti mencoba
mantra itu lagi, Batara Guru mengirimkan Batara Dharma untuk membuahi Dewi
Kunti sehingga lahir anak yang pertama yaitu Yudistira, setahun kemudian Batara
Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Bima, Batara Guru
juga mengutus Batara Indra untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Arjuna
dan yang terakhir Batara Aswan dan Aswin dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim,
dan lahirlah Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal sebagai
Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi Dewi Gandari, dan memiliki sembilan
puluh sembilan orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah
Kurawa.
Pandawa dan Kurawa merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda
namun berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan Bharata. Kurawa (khususnya
Duryudana) bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa,
sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh
sepupu mereka. Ayah para Kurawa, yaitu Drestarastra, sangat menyayangi
putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu
Sengkuni, beserta putera kesayangannya yaitu Duryudana, agar mau mengizinkannya
melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada suatu ketika, Duryudana mengundang Kunti dan para
Pandawa untuk liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah
disediakan oleh Duryudana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun para
Pandawa bisa diselamatkan oleh Bima yang telah diberitahu oleh Widura akan
kelicikan Kurawa sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah
tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan
tersebut Bima bertemu dengan raksasa Hidimba dan membunuhnya, lalu menikahi
adiknya, yaitu raseksi Hidimbi atau Arimbi. Dari pernikahan tersebut, lahirlah
Gatotkaca.
Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan
Pancala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara
memperebutkan Dewi Drupadi. Adipati Karna mengikuti sayembara tersebut, tetapi
ditolak oleh Drupadi. Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, namun
mereka berpakaian seperti kaum brahmana.
Pandawa ikut sayembara untuk memenangkan lima macam
sayembara, Yudistira untuk memenangkan sayembara filsafat dan tatanegara,
Arjuna untuk memenangkan sayembara senjata Panah, Bima memenangkan sayembara
Gada dan Nakula - Sadewa untuk memenangkan sayembara senjata Pedang. Pandawa
berhasil melakukannya dengan baik untuk memenangkan sayembara.
Drupadi harus menerima Pandawa sebagai suami-suaminya karena
sesuai janjinya siapa yang dapat memenangkan sayembara yang dibuatnya itu akan
jadi suaminya walau menyimpang dari keinginannya yaitu sebenarnya yang
diinginkan hanya seorang Satriya.
Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin
menggerutu sebab kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa
berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada
ibunya bahwa mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh
agar hasil tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa
terkejutnya ia saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa hasil
meminta-minta, namun juga seorang wanita.
Agar tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi
dua untuk dibagi kepada Pandawa dan Kurawa. Kurawa memerintah Kerajaan Kuru
induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura, sementara Pandawa memerintah Kerajaan
Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik Hastinapura maupun Indraprastha
memiliki istana megah, dan di sanalah Duryudana tercebur ke dalam kolam yang ia
kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi Drupadi. Hal
tersebut membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa.
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira, Duryudana
mengundang Yudistira untuk main dadu, ini atas ide dari Arya Sengkuni. Pada
saat permainan dadu, Duryudana diwakili oleh Sengkuni sebagai bandar dadu yang
memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Permulaan permainan taruhan senjata
perang, taruhan pemainan terus meningkat menjadi taruhan harta kerajaan,
selanjutnya prajurit dipertaruhkan, dan sampai pada puncak permainan Kerajaan
menjadi taruhan, Pandawa kalah habislah semua harta dan kerajaan Pandawa
termasuk saudara juga dipertaruhkan dan yang terakhir istrinya Drupadi
dijadikan taruhan. Akhirnya Yudistira kalah dan Drupadi diminta untuk hadir di
arena judi karena sudah menjadi milik Duryudana. Duryudana mengutus para
pengawalnya untuk menjemput Drupadi, namun Drupadi menolak. Setelah gagal,
Duryudana menyuruh Dursasana, adiknya, untuk menjemput Drupadi. Drupadi yang
menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa
kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para
iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta
untuk menanggalkan bajunya, namun Drupadi menolak. Dursasana yang berwatak
kasar, menarik kain yang dipakai Drupadi, namun kain tersebut terulur-ulur
terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna yang
melihat Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena
perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya di
Indraprastha.
Drupadi yang merasa malu dan tersinggung oleh sikap Dursasana
bersumpah tidak akan menggelung rambutnya sebelum dikramasi dengan darah
Dursasana. Bima pun bersumpah akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya
kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, Drestarastra merasa bahwa
malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala harta Yudistira
yang dijadikan taruhan.
Duryudana yang merasa kecewa karena Drestarastra telah
mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya,
menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang
kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam
masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi ke
kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan tersebut
dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa
meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran
selama setahun.
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian
yang sah, Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin
Duryudana. Namun Duryudana bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan
kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa
habis. Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal.
Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan
pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola,
Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih
banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti misalnya
Drupada, Setyaki, Drestadjumna, Srikandi, Wirata, dan lain-lain ikut memihak
Pandawa. Sementara itu Duryudana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Kurawa
sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Kurawa. Kurawa
dibantu oleh Resi Dorna dan putranya Aswatama, kakak ipar para Kurawa yaitu
Jayadrata, serta guru Krepa, Kertawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawa, Bahlika,
Sengkuni, Karna, dan masih banyak lagi.
Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam
pertempuran itu, banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya Abimanyu, Durna,
Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja Wirata dan puteranya, Bhagadatta,
Susharma, Sengkuni, dan masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi
oleh pertumpahan darah dan pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari
kedelapan belas, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran,
mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Setyaki, Aswatama, Krepa dan Kertawarma.
(Nanti diceritakan dalam kisah Bharatayudha)
Setelah perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja
Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta
kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan
Drupadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana
mereka meninggal dan mencapai surga. (Diceritakan dalam kisah Pandawa Seda)
Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana.
Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya. Janamejaya
menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama Satanika.
Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya kemudian
memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura. (Diceritakan dalam kisah
Parikesit)
Komentar
Posting Komentar